Kamis, 23 Oktober 2014


SEPISAUPI - SUTARDJI CALZOUM BAHRI (1973)

sepisau luka sepisau duri
sepikul dosa sepukau sepi
sepisau duka serisau diri
sepisau sepi sepisau nyanyi
sepisaupa sepisaupi
sepisapanya sepikau sepi
sepisaupa sepisaupi
sepikul diri keranjang duri
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sampai pisauNya ke dalam nyanyi


Parafrasenya :
Sepisau luka sepisau duri merupakan bentuk luka yang yang teramat sangat yang pernah dialami, penggambaran dari dosa yang telah dilakukan dan membuat penyesalan yang mendalam,kerena dosa yang telah dilakukan membuat perenungan dalam kesendirian, ketika kesendirian itu yang dirasakan hanyalah penyesalan sepisaupa sepisaupi pelukisan akan pisau dan sepi seolah-olah kesendirian yang menyakitkan, sepisapanya sepikau sepi disini takadalagi sapaan kerena kesepian yang telah dialami, sepisaupa sepisaupi pengulangan kata ini adalah penguatan tentang kesepian, sepikul diri keranjang duri adalah siksaan kesepian yang dialami sendiri dan harus ditanggung olehnya tanpa seorangpun yang membantu, sepisaupa sepisaupi penguatan kesepian yang dialami terulang-ulang sampai akhir yang selalu mendramatisir kisah kesendirian ini, sampai pisauNya ke dalam nyanyi kesedihan akan kesepian selalu menghantui diri selamanya seakan-akan irama kesepian bagai lagu dalam hati.


Analisis Puisi
1. Puisi tersebut terdiri dari kata: sepi, pisau, 
    sapa, dll
2. Ketiga kata tersebut yang mewakili penyair 
    dalam mengungkapkan perasaanya.
3. Penggabungan ketiga kata itu menjadi   
    sepisau, sepisaupi, sepisaupa. dan 
    sepisapanya.
4. Arti sepi dan pisau digabungkan menjadi 
    makna sepi seperti pisau menusuk hati.
5. Arti kata sepi digabungkan dengan sapa 
    menjadi makna sapanya dalam sepi itu 
    menusuk dalam hati.
6. Arti kata sepi degan pikul digabungkan 
    bermakna sepikul dosa, sepikul dosa itu 
    terasa berat dan sepi mencekam.
7.Dengan demikian, puisi tersebut bermaksud
   dosa itu menimbulkan derita seperti tusukan 
   duri dan pisau yang membuat sepi terasing.
 
  Pertama kali membaca-cerna sajak di atas, yang terlintas dalam ruang kepala saya adalah tentang pemberontakan Bachri atas situasi yang bernama ‘sepi dan sunyi’. Sepi dan sunyi karena terasing merasa bersalah dan dosa, ‘sepikul diri keranjang duri’. Lantaran itu, Bachri memberontak. Penanda bahwa Bachri sudah sedang memberontak adalah ‘pisau’.
Hanya dalam dan dengan melalui ‘pisau’ yang memang harus bernai mencabik-cabik sepi itu, maka segala risau dan sunyi diri tercerabut-burai. Dan akan menjadi suatu kelegaan yang paripurna jika ‘sampai pisauNya kedalam nyanyi’. ‘Nya’ di sini adalah kekuatan lain di luar diri pribadi, yakni (mungkin) Tuhan.
Rupa-rupanya terlalu (sangat) sederhana bagi segenap pembaca tentunya untuk menjelmakan apa makna sajak Bachri di atas sebagaimana yang saya maksud. Mungkin ada yang jauh lebih mendalam dari sebatas itu. Namun bukan poin tulisan ini agar makna atas itu tuntas di bahas. Sebab sesungguhnya yang mau ditonjolkan adalah pertanyaan ini: kotak katik kata di tangan seorang penyair, apakah itu?
Suatu ketika Sutardji Calzoum Bachri menjawab (dalam Gelak Esai & Ombak Sajak Anno 2001, Penerbit Buku Kompas, Juni 2001) dalam esainya yang berjudul ‘kata-kata’ bahwa perjalanan puisi Indonesia modern sampai sekarang adalah perjalanan meraih kebebasan. Kebebasan yang dimaksud tidak hanya kesanggupan sang penyair memaknai dunia sekitarnya secara bebas, tetapi juga terhadap kata-kata.
Terhadap kata-kata sang penyair diminta peka dan peduli. Karena sesungguhnya kata itu sendiri adalah sebuah situasi yang juga misteri. Sampai-sampai Bachri menegaskan “Ada baiknya kalau penyair memanfaatkan (menciptakan) misteri kata-kata untuk menampilkan misteri kehidupan sehari-hari atau menggabungkan misteri kata-kata dengan misteri kehidupan…” Inilah rahasianya, mengapa kata lantas diutak-atik seenak perut oleh seorang penyair.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar